• UGM
  • IT Center
  • Filsafat
Universitas Gadjah Mada Menara Ilmu Filsafat Wayang
Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang Filsafat Wayang
    • Pengantar
    • Mitra
  • Materi Kuliah
  • Berita
    • Lokal
    • Regional
    • Nasional
    • Internasional
  • Bahan Ajar
    • Artikel
    • Jurnal
    • Ebook
    • Tugas Akhir
  • Kuliah online
    • Forum
    • E- learning
  • Galeri
    • Foto
    • Video
  • Quiz
    • Kuis
    • Tebak Gambar
  • Hubungi Kami
  • Beranda
  • Artikel
Arsip:

Artikel

MAKNA AJARAN HASTHA BRATA DALAM WAYANG

Artikel Thursday, 12 September 2019

Oleh Prof. Lasiyo

Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan sendiri-sendiri yang berbeda dengan kebudayaan bangsa atau suku bangsa yang lainnya. Demikian pula suku bangsa Jawa. Ia memiliki  kebudayaan khas dimana dalam sistem atau metode budayanya digunakan simbol atau lambang-lambang sebagai media untuk menyampaikan pesan atau nasihat-nasihat. Pernyataan simbolis merupakan bagian integral dalam system budaya Jawa (Kuntowijoyo, 2006:47). Suharto (1996) juga menyatakan bahwa kebudayaan Jawa, sebagai bagian dari kebudayaan Nusantara, mempunyai sejarah yang panjang dan khasanah yang kaya, meliputi baik kebudayaan lahir maupun kebudayaan batin. Apa yang dikenal sebagai ajaran-ajaran dapatlah dipandang sebagai bagian dari kebudayaan batin, meliputi berbagai petunjuk mengenai hidup, kehidupan dan penghiduopan, yang menyangkut hubungan manusia dengan  Tuhan, manusia dengan sesamanya, manusia dengan seluruh sejarah dan lingkungannya, serta manusia dengan dirinya sendiri. Ajaran-ajaran tersebut diangkat dari pengamatan atau pengalaman-pengalaman, yang disampaikan secara turun temurun melalui tradisi lisan, dan ketika tradisi tulis telah menjadi bagian dari kebudayaan Jawa, maka ajaran-ajaran kebudayaan batin itu berjalan melalui kurun waktu yang panjang dan terus menerus, turun temurun, hingga saat ini melalui kedua tradisi baik lisan maupun tulisan yang didukung oleh masyarakat dan keluarga-keluarga Jawa yang menghayati ajaran kebudayaannya.  Salah satu bentuk kebudayaan Jawa adalah wayang, sekaligus dapat digunakan sebagai media penguatan nilai-nilai yang dianut dan diyakini kebenaran dan telah dirumuskan sebagai filsafat bangsa Indonesia yaitu Pancasila. read more

MAKNA SIMBOLIK SEMAR

Artikel Thursday, 12 September 2019

Oleh Budisutrisna

Pendahuluan

Wayang adalah lambang hidup dan kehidupan manusia. Manusia adalah makhluk yang penuh misteri. Banyak keajaiban di dunia ini, tetapi tidak satu pun yang lebih ajaib dari manusia. Tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang mampu mengenal manusia secara tuntas. Manusia hanya bisa mengetahui serba sedikit tentang dirinya (Sri Mulyono, 1983: 11-12).

Masyarakat belum banyak mengetahui tentang makna simbolik wayang. Padahal tokoh-tokoh wayang, tidak terkecuali Panakawan sarat dengan makna simbolik yang terkait dengan kehidupan manusia. Di antara Panakawan yang paling terkenal adalah Semar. Oleh karena itu gagasan atau pandangan-pandangan tentang manusia di balik makna simbolik Semar perlu dikaji lebih lanjut, sebagai bagian dari usaha manusia Indonesia untuk lebih mengenal dirinya sendiri. Menurut Carrel (1987: 11) umat manusia belum bisa memahami manusia sebagai suatu keseluruhan. Bahkan peradaban yang dibangun manusia tanpa sedikitpun pengetahuan tentang hakikat manusia yang sesungguhnya. Maka kajian makna simbolik Semar dalam kaitannya dengan kehidupan manusia menjadi penting. read more

Wayang dalam Dimensi Ontologis

Artikel Thursday, 12 September 2019

Oleh Hastangka

Artikel ini akan membahas tentang wayang dalam dimensi ontologis. Ontologis dalam konteks filsafati sudah banyak dibicarakan. Dalam tulisan ini dimensi ontologis yang ditekankan menyangkut kategori realitas, substansi, waktu, ruang, posisi, relasi, kualitas, kuantitas, keadaan, aksi. Kategori ini merujuk pada dasar pemikiran Aristoteles tentang 10 kategori. Wayang merupakan salah satu bentuk kebudayaan bangsa Indonesia yang adiluhung memiliki makna yang mendalam dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dari generasi ke generasi wayang selalu melekat dalam kehidupan masyarakat. Wayang sebagai pertunjukkan memiliki dimensi yang kompleks. Pertunjukkan wayang semalam suntuk atau  satu hari penuh menandakan bahwa narasi wayang sebagai proses pertunjukkan memiliki dimensi waktu yang panjang. Dalam pertunjukkan wayang proses kehidupan manusia masa lalu menjadi potret kehidupan masyarakat masa kini. Dimensi waktu dalam wayang menunjukkan bahwa waktu bersifat dinamis, berubah, dan sesuai dengan konteks zamannya. Pertunjukkan wayang yang dihadirkan dalam pagelaran wayang semalam suntuk dengan berbagai lakon dan peristiwa memberikan pedoman hidup bagi masyarakat terutama penonton. Maka sering terdapat istilah wayang memiliki pesan nilai sebagai tatanan, tuntunan, dan tontonan. Makna dari tatanan yaitu bahwa proses pembuatan pertunjukkan wayang memerlukan waktu yang cukup lama mulai dari proses mempersiapkan wayang dan menyusunan dan penata urutan wayang untuk disajikan oleh dalang. Dalang tidak dapat menyelenggarakan pertunjukkan wayang sendirian tetapi diperlukan perangkat dan anggota yang lain yaitu sinden, pengrawit, dan asisten dalang yang bertujuan untuk mencarikan jenis wayang yang akan dimainkan dalam pertunjukkan. read more

Wayang, Isu Lingkungan dan Masyarakat Hari Ini

Artikel Tuesday, 10 September 2019

Oleh Yongky Gigih Prasisko

Selama ini, bentiuk pagelaran wayang yang mapan adalah wayang Purwo. Kebanyakan lakon beserta tokoh-tokohnya diambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata. Pagelaran diiringi oleh gamelan Jawa atau Bali dengan Dhalang profesional. Bentuk pagelaran ini, ada yang menyebutnya sebagai Pakeliran Klasik yang punya pakem/standar tertentu yang baku. Dalam hal pengembangan seni pertunjukan, perlu ada inovasi terutama penyesuaian dengan kondisi atau konteks zaman yang dinamis dan terus berkembang. Seni wayang juga perlu dikembangkan untuk menjawab isu-isu kekinian, seperti HAM, korupsi, gender maupun IPTEK. read more

Menara Gading atau Sangkar Emas?: Meninjau Kembali Konsep Adiluhung dalam Wayang

Artikel Monday, 9 September 2019

Oleh Rudy Wiratama 

Berbicara tentang wayang, terlebih sesudah penganugerahan “Masterpiece of the Oral and the Intangible Heritage of Humanity” oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003 dan penyerahan penghargaannya pada 13 April 2004, tentu asumsi kita sebagai penggemar dan penikmatnya akan segera mengerucut kepada satu premis lain, bahwa wayang memang sepatutnya dipandang demikian karena sifat-sifatnya yang adiluhung. Tak hanya berhenti di situ, bahan-bahan Musyawarah Daerah (Musda) Persatuan Pedalangan Indonesia Jawa Tengah pada tahun 2018 lalu juga masih menggunakan kata adiluhung sebagai panduan penyusunan program kerja dan kode etik profesinya. Hal ini dapat dibaca pada butir Panca Darma Dalang Indonesia yang ketiga, berbunyi “Dalang Indonesia bertekad mewuijudkan karya seni pedalangan yang adiluhung sesuai dengan kaidah-kaidah pedalangan yang ada serta tanggap terhadap perkembangan dan kemajuan jaman”. read more

Mahapralaya: Seputar Wayang, Gempa dan Tsunami

Artikel Saturday, 24 August 2019

Oleh Heru Harjo Hutomo

Masa lalu sebenarnya tak pernah berlalu. Ia tetap kita denyutkan, deraskan, berjalin-kelindan dengan masa sekarang. Berbagai seni yang orang pahami sebagai seni tradisional sebenarnya adalah sebentuk cara orang-orang Nusantara dalam mengenang masa lalunya, meski terkadang hal itu disampaikan dengan berbagai perlambang.

Beberapa hari yang lalu tengah ramai orang membicarakan potensi gempa megathrust berskala 8,8 SR di mana dapat mengakibatkan tsunami setinggi 20 meter yang dinyatakan oleh seorang ahli tsunami dari BPPT. Tak main-main, pakar geologi tersebut mengatakannya bukan sebagai prediksi, tapi potensi. Kesimpulan ini serius bahwa gempa megathrust dan tsunami tersebut merupakan sebuah kepastian. Hal ini berkaitan dengan terdapatnya segmen-segmen megathrust di sepanjang selatan Jawa. read more

Wayang dalam Dinamika Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Artikel Thursday, 27 June 2019

Oleh Fendi Pangestu, S.Fil

Wayang sebagai produk pemikiran dan kebudayaan masyarakat memiliki makna simbolis dalam proses penciptaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada level ilmu pengetahuan wayang merupakan hasil pemikiran manusia yang mencerminkan realitas kehidupan manusia masa lalu dan masa depan dalam hidup dan berproses untuk menjalani kehidupan. Sebagai produk ilmu pengetahuan manusia wayang mengandung unsur-unsur nilai-nilai estetis, nilai filosofis, nilai etis, nilai sosial, dan nilai ekonomis. read more

Recent Posts

  • MAKNA AJARAN HASTHA BRATA DALAM WAYANG
  • MAKNA SIMBOLIK SEMAR
  • Wayang dalam Dimensi Ontologis
  • Wayang, Isu Lingkungan dan Masyarakat Hari Ini
  • Menara Gading atau Sangkar Emas?: Meninjau Kembali Konsep Adiluhung dalam Wayang
Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada
Pusat Kajian Filsafat Wayang Fakultas Filsafat
Jl. Olahraga , Bulaksumur, Yogyakarta 55281
Telepon: (0274) 550068, 6491197,
Email: filsafat.wayang.filsafat@ugm.ac.id

© Menara Ilmu Filsafat Wayang UGM 2019

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju