• UGM
  • IT Center
  • Filsafat
Universitas Gadjah Mada Menara Ilmu Filsafat Wayang
Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang Filsafat Wayang
    • Pengantar
    • Mitra
  • Materi Kuliah
  • Berita
    • Lokal
    • Regional
    • Nasional
    • Internasional
  • Bahan Ajar
    • Artikel
    • Jurnal
    • Ebook
    • Tugas Akhir
  • Kuliah online
    • Forum
    • E- learning
  • Galeri
    • Foto
    • Video
  • Quiz
    • Kuis
    • Tebak Gambar
  • Hubungi Kami
  • Beranda
  • Artikel
  • Wayang dalam Dimensi Ontologis

Wayang dalam Dimensi Ontologis

  • Artikel
  • 12 September 2019, 13.36
  • Oleh: filsafat.wayang.filsafat
  • 0

Oleh Hastangka

 

Artikel ini akan membahas tentang wayang dalam dimensi ontologis. Ontologis dalam konteks filsafati sudah banyak dibicarakan. Dalam tulisan ini dimensi ontologis yang ditekankan menyangkut kategori realitas, substansi, waktu, ruang, posisi, relasi, kualitas, kuantitas, keadaan, aksi. Kategori ini merujuk pada dasar pemikiran Aristoteles tentang 10 kategori. Wayang merupakan salah satu bentuk kebudayaan bangsa Indonesia yang adiluhung memiliki makna yang mendalam dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dari generasi ke generasi wayang selalu melekat dalam kehidupan masyarakat. Wayang sebagai pertunjukkan memiliki dimensi yang kompleks. Pertunjukkan wayang semalam suntuk atau  satu hari penuh menandakan bahwa narasi wayang sebagai proses pertunjukkan memiliki dimensi waktu yang panjang. Dalam pertunjukkan wayang proses kehidupan manusia masa lalu menjadi potret kehidupan masyarakat masa kini. Dimensi waktu dalam wayang menunjukkan bahwa waktu bersifat dinamis, berubah, dan sesuai dengan konteks zamannya. Pertunjukkan wayang yang dihadirkan dalam pagelaran wayang semalam suntuk dengan berbagai lakon dan peristiwa memberikan pedoman hidup bagi masyarakat terutama penonton. Maka sering terdapat istilah wayang memiliki pesan nilai sebagai tatanan, tuntunan, dan tontonan. Makna dari tatanan yaitu bahwa proses pembuatan pertunjukkan wayang memerlukan waktu yang cukup lama mulai dari proses mempersiapkan wayang dan menyusunan dan penata urutan wayang untuk disajikan oleh dalang. Dalang tidak dapat menyelenggarakan pertunjukkan wayang sendirian tetapi diperlukan perangkat dan anggota yang lain yaitu sinden, pengrawit, dan asisten dalang yang bertujuan untuk mencarikan jenis wayang yang akan dimainkan dalam pertunjukkan.

Tulisan ini akan menguraikan tentang dimensi ontologis dalam kerangka 10 kategori Aristotelian tentang metafisika. Pertama, dimensi realitas. Wayang memiliki dimensi realitas tersendiri. Terdapat dua penekanan yaitu realitas mitologis dan realitas konkret. Dalam realitas mitologis, wayang dan narasi ceritaya merupakan penggambaran cita-cita dan filosofi hidup manusia masa lalu yang divisualisasikan dengan media gambar dan pertunjukkan. Sehingga dalam wayang penuh dengan makna implisit dan mistis. Kedua, dimensi substansi, kandungan dalam cerita wayang dan lakon wayang memiliki fungsi substansi yaitu aspek karakter, ciri-ciri, makna ornamen dalam desain wayang. Ketiga, ruang, dimensi ruang dalam dunia wayang memiliki makna bahwa ruang kehidupan dalam wayang berpijak dari kosmosentrisme yaitu jagat cilik dan jagad gede. Jagad cilik lebih diarahkan pada dimensi ruang kehidupan manusia dan jagad gede disimbolkan dengan dimensi ruang alam semesta. Keempat, posisi, pada dimensi posisi ini diarahkan bahwa posisi wayang sebagai media penyampaian pesan tertentu dalam konteks masa lalu wayang sebagai hiburan dan komunikasi antar masyarakat. Dalam era Walisongo, wayang sebagai media menyampaikan pesan atau dakwah keagamaan. Kelima, relasi, dimensi relasi ini terkait dengan bahwa hubungan wayang dengan kehidupan umat manusia sangat erat, cerita wayang dan ekspresi kehidupan yang ditampilkan sampai sekarang masih relevan karena sesuai dengan konteks zamannya dan memiliki relasi historis dan filosofis. Keenam, kualitas, dimensi kualitas ini diarahkan pada nilai-nilai dibalik pertunjukkan wayang. Ketujuh, kuantitas, dimensi kuantitas ini diarahkan pada aspek jumlah lakon dan wayang yang ditampilkan dalam sekali pertunjukkan dapat sampai 300 jenis. Kedelapan, keadaan atau tempat, dimensi keadaan ini diarahkan pada konteks simbol dan situasi yang melingkupi sehingga dalam dunia wayang selalu menyesuaikan keadaan yang ada dalam bentuk keadaan umat manusia saat ini. Oleh karena itu dalam pertunjukkan wayang lakon dalam pagelaran wayang selalu disesuaikan dengan keadaan yang menanggap dan tujuan dari menanggap wayang. Kesembilan, aksi, dimensi aksi ini diarahkan pada konteks cara menjalankan dan memainkan pertunjukkan wayang oleh dalang. Kesepuluh, waktu, dimensi waktu ini menandakan bahwa waktu dalam wayang bersifat relatif, dinamis, dan berubah.

Wayang dalam dimensi ontologis memberikan kerangka berpikir bahwa Wayang memiliki pemaknaan filosofis yang dapat dikaji dan dilihat dari unsur-unsur filsafati atau berpikir filsafat. Ontologi merupakan salah satu cabang umum Filsafat. Ontologi membahas tentang hakikat segala sesuatu yang ada. Wayang dalam dimensi ontologis memiliki unsur-unsur realitas, substansi, waktu, ruang, posisi, relasi, kualitas, kuantitas, keadaan, aksi. Sehingga hal ini perlu dipelajari dan didalami dalam mata kuliah Filsafat Wayang.

 

Keterangan

Gambar depan diambil dari https://belindomag.nl/id/seni-budaya/5-macam-wayang-indonesia

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Recent Posts

  • MAKNA AJARAN HASTHA BRATA DALAM WAYANG
  • MAKNA SIMBOLIK SEMAR
  • Wayang dalam Dimensi Ontologis
  • Wayang, Isu Lingkungan dan Masyarakat Hari Ini
  • Menara Gading atau Sangkar Emas?: Meninjau Kembali Konsep Adiluhung dalam Wayang
Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada
Pusat Kajian Filsafat Wayang Fakultas Filsafat
Jl. Olahraga , Bulaksumur, Yogyakarta 55281
Telepon: (0274) 550068, 6491197,
Email: filsafat.wayang.filsafat@ugm.ac.id

© Menara Ilmu Filsafat Wayang UGM 2019

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY