Oleh Yongky Gigih Prasisko
Selama ini, bentiuk pagelaran wayang yang mapan adalah wayang Purwo. Kebanyakan lakon beserta tokoh-tokohnya diambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata. Pagelaran diiringi oleh gamelan Jawa atau Bali dengan Dhalang profesional. Bentuk pagelaran ini, ada yang menyebutnya sebagai Pakeliran Klasik yang punya pakem/standar tertentu yang baku. Dalam hal pengembangan seni pertunjukan, perlu ada inovasi terutama penyesuaian dengan kondisi atau konteks zaman yang dinamis dan terus berkembang. Seni wayang juga perlu dikembangkan untuk menjawab isu-isu kekinian, seperti HAM, korupsi, gender maupun IPTEK.
Satu gagasan muncul dari Ki Mujar Sangkerta untuk membuat Wayang Milehnium Wae yakni wayang alternatif yang berusaha untuk menanggapi isu-isu kekinian. Berbeda dengan Wayang Purwa, Wayang Milehnium Wae berbentuk besar dengan ukuran 100 x 200 cm yang dibuat dari logam aluminium. Tempat pertunjukan wayang lebih fleksibel seperti di sungai, sawah, jembatan, gerbong kereta api, alun-alun, pesisir laut, gedung, surau maupun gereja. Selain tempat pertunjukan yang beragam, lakon Wayang Milehnium Wae juga bervariasi yang turut disesuaikan dengan kondisi/konteks sosial, politik dan budaya masyarakat.
Contoh lakon yang pernah dimainkan Wayang Milehnium Wae yakni Lubang Ozon dan Pemanasan Global yang dipergelarkan dalam acara pembukaan pameran besar se Asia Tenggara, Seni Visual EXPOSIGNS di JEC, 25 th ISI Yogyakarta. Lakon tersebut mengungkapkan kritik terhadap kerusakan alam akibat pola produksi manusia, kapitalisme dan industri. Isu pemanasan global bisa dikatakan isu internasional hari ini. Negara-negara industri maju menyumbang banyak emisi karbon dan gas buang yang mengakibatkan polusi atau pencemaran lingkungan.
Isu lingkungan lain turut diangkat dalam lakon Suara dan Gerak Penyadaran dan Nglarung Celeng-Celeng neng Kali Bedog yang menyinggung soal isu kebersihan sungai. Pergelaran lakon ini diadakan di kali bedog Kasongan yang berusaha memberikan penyadaran untuk tidak membuang sampah di sungai. Masalah sampah di sungai ini adalah masalah nyata yang dihadapi masyarakat, bukan hanya di kali Bedog, tetapi secara umum perilaku masyarakat yang hidup di pinggir kali. Dalam soal ini, seni berusaha untuk lebih dekat dengan masyarakat dan persoalannya, serta berusaha memberikan penyadaran tentang isu lingkungan.
Lakon Teror Sampah Plastik turut membawa isu lingkungan yang mempersoalkan penggunaan plastik dan sampahnya yang berlebihan. Sampah plastik butuh waktu berpuluh-puluh tahun untuk terurai, maka dari itu perlu kesadaran masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik Sampah plastik ini diperagakan sebagai teror terhadap alam dan kemanusiaan. Isu lingkungan tak hanya terbatas pada negara maupun daerah tertentu. Isu ini bersifat global yang dihadapi oleh masyarakat hari ini.
Tak hanya soal isu lingkungan yang diangkat dalam lakon, tetapi instrumen musik yang digunakan turut memadukan suara/bebunyian dari alam dengan barang-barang bekas daur ulang dengan musik digital. Alat-alat tersebut antara lain garendra listrik, gergaji, tanggem baja, pande besi, potongan selongsong logam, per baja kereta api, plat kuningan, blower angin, bor manual, drum minyak. Wayang Milehnium juga masih mempertahankan alat musik gamelan untuk memproduksi suara musik etnik yang turut dipadukan dengan musik modern/barat serta suara bebunyian/instalasi bunyi. Ilustrasi musik Wayang Milehnium cenderung lebih minimalis dan fleksibel. Komposisi musik bersifat produktif, kreatif, inovatif, rekreatif dan beresinambungan.
Memasyarakatkan Seni Wayang dalam Bentuk Alternatif
Seni tak bisa dilepaskan dari masyarakat, baik sebagai pencipta maupun penikmatnya. Keterkaitan seni dan masyarakat ditunjukkan dengan bagaimana seni menjadi bagian dari masyarakat, lahir dari masyarakat dan memberi dampak terhadap kehidupan masyarakat yang lebih baik. Salah satu pahamnya yakni seni penyadaran yang mengajak orang untuk berpikir kritis dan membangun kepedulian bersama dengan mengangkat isu-isu tertentu.
Isu lingkungan yang diangkat dalam lakon Wayang Milehnium menunjukkan bagaimana usaha untuk membawa seni wayang lebih dekat dengan persoalan masyarakat kekinian. Situasi zaman dan masyarakat yang terus berubah dan berkembang mendorong Wayang Milehnium untuk secara kreatif menciptakan lakon-lakon yang sesuai dengan konteks hari ini. Kedekatan seni dengan masyarakat turut ditunjukkan oleh Wayang Milehnium dengan pergelarannya di tempat-tempat seperti di bantaran sungai, sawah maupun pesisir laut. Pemilihan tempat tersebut turut mendekatkan seni wayang dengan masyarakat kelas bawah.
Seni Wayang yang mapan dengan bahasa Jawa turut menjadi persoalan terutama bagi kalangan anak muda hari ini. Maka dari itu perlu adanya alternatif seni wayang yang bisa lebih komunikatif dengan masyarakat Indonesia secara luas terutama bagi generasi muda. Wayang Milehnium kebanyakan menggunakan bahasa Indonesia serta mendayagunakan anak muda dalam setiap pergelarannya. Dengan cara atau strategi ini, Wayang Milehnium lebih mudah dicerna oleh masyarakat hari ini. Kreativitas baik dari komposisi musik maupun pergelarannya pun tidak memiliki standar baku, yang dimaksudkan untuk mendorong eksperimentasi dan inovasi dalam setiap pergelarannya. Komposisi yang bebas dan fleksibel memungkinkan adanya lompatan kreativitas tanpa batas dan tanpa takut salah.
Wayang Milehnium merupakan seni wayang alternatif dari Wayang Purwo yang memungkinkan penemuan-penemuan bentuk pagelaran yang baru. Arti alternatif dalam hal ini, Wayang Milehnium berangkat atau tak bisa dilepaskan dari Wayang Purwo. Tokoh-tokoh Wayang Milehnium masih pakai karakter Wayang Purwo dengan ukuran lebih besar dan beberapa inovasi seperti Ki Semar menggunakan baju seperti Batman yang bisa terbang dan membawa gitar listrik. Nolo Gareng menggunakan topi laken dengan pistol di pinggang. Tokoh Raksasa membawa senjata gergaji mesin. Tokoh-tokoh Wayang Purwo diberi tambahan aksesoris plesetan untuk membuatnya tidak kaku, lebih bebas, spontan dan ekspresif.
Pergelaran seni alternatif bersifat lebih dinamis dan fleksibel yang memungkinkannya mampu menangkap keprihatinan atau masalah dari masyarakat yang beragam. Wayang Milehnium membuat lakon/tema pergelaran dengan menangkap kondisi keprihatinan masyarakat. Selain isu lingkungan, Wayang Milehnium turut menyuarakan masalah ketidakadilan terhadap warga miskin kota, penggusuran pedagang kaki lima, pelayanan kesehatan bagi rakyat kecil, kelangkaan sembako dan pelecehan seksual. Seni alternatif mampu mendekatkan diri dengan masyarakat terutama kelas bawah dengan mengangkat beragam tema berdasarkan keprihatinan masyarakat.
Keterangan
Gambar depan WAYANG MILEHNIUM WAE Nglarung Celeng-celeng neng kali Bedog. KASONGAN BAMBOO Art Festival 2011 diambil dari https://www.youtube.com/watch?v=6NJULq9JE-M