• UGM
  • IT Center
  • Filsafat
Universitas Gadjah Mada Menara Ilmu Filsafat Wayang
Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang Filsafat Wayang
    • Pengantar
    • Mitra
  • Materi Kuliah
  • Berita
    • Lokal
    • Regional
    • Nasional
    • Internasional
  • Bahan Ajar
    • Artikel
    • Jurnal
    • Ebook
    • Tugas Akhir
  • Kuliah online
    • Forum
    • E- learning
  • Galeri
    • Foto
    • Video
  • Quiz
    • Kuis
    • Tebak Gambar
  • Hubungi Kami
  • Beranda
  • Uncategorized
  • Mengenang Ki Enthus Susmono

Mengenang Ki Enthus Susmono

  • Uncategorized
  • 25 June 2019, 10.39
  • Oleh: filsafat.wayang.filsafat
  • 0

Oleh Akhmad Saefudin

 

TRIBUNJATENG.COM – Tanggal 13-14 Mei 2009 sebuah konferensi bertajuk “The Heritage Theatre” dihelat di Rotterdam. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari program penelitian yang diinisiasi Erasmus University Rotterdam (kini Erasmus School of History, Culture and Communication; ESHCC).Hal cukup membanggakan, nama Ki Enthus menjadi salah satu topik bahasan.

Konferensi itu sedikitnya menampilkan sepuluh pembicara, yakni Sadiah Boonstra, Noel B Salazar, Anja B Nelle, Patricia van Ulzen, Christoph Rausch, Dorus Hoebink, Hélène Verreyke, Alex van Stipriaan, Yatun Sastramidjaja, dan Mike D Robinson.

Kesepuluh pembicara menyampaikan makalah hasil penelitian masing-masing, yang kemudian diterbitkan oleh Cambridge Scholars Publishing dengan judul “The Heritage Theatre: Globalisation and Cultural Heritage” (Newcastle, 2011). Buku yang terbagi ke dalam sepuluh bab itu diedit oleh Marlite Halbertsma, Alex van Stipriaan, dan Patricia van Ulzen.

Salah satu peneliti, Sadiah Boonstra, memaparkan hasil penelitian berjudul “Negotiating Heritage: Wayang Puppet Theatre and the Dynamics of Heritage Formation”.

Mengutip Boonstra, baik di dalammaupundi luarnegeri, wayang menikmati status tak tergoyahkan sebagai lambang warisan Indonesia. Dalam beberapa dekade terakhir wayang telah direvitalisasi;dan,karya Enthus Susmonosecarakhususmenunjukkan adanyapengaruhluar mulaidari budaya pop Barat hingga musik Arab. Dari perspektif Indonesia, menarik untuk melihat bagaimanaKi Enthusberhasil melelehkan tradisi dan budaya dunia kontemporer; karyanyadi luar negeri disajikan dalam kerangka warisan, ditempatkan di samping wayang tradisional. Karyanyadan para pemain pewayangan modern lainnya dikoleksioleh museum etnografi, sehingga memperkuat elemen warisan(Boonstra dalam Halbertsma, 2011: 10-11).

Sekadar catatan, Ki Enthus Susmono (52) adalah salah satu dalang kondang di negeri ini. Dalang yang pernah menjabat Bupati Tegal periode 2014-2019 ini meninggal dunia pada Senin, 14 Mei 2018.

Pria kelahiran 21 Juni 1966 itu berkiprah di dunia pedalangan semenjak 1986. Bakat mendalang menurun dari sang ayah Soemarjadihardja, dalang wayang golek di daerah Tegal. Konon, kakek moyangnya (RM Singadimedja) juga dalang terkenal dari Bagelen semasa Sunan Amangkurat bertahta di Mataram.

Dalam dunia pedalangan, Ki Enthus disebut-sebut sebagai sosok dalang yang mampu menjadikan pertunjukan wayang sebagai media komunikasi dan dakwah yang cukup efektif. Tak mengherankan jika pertunjukan wayang yang ia sajikan kerap menjadi ujung tombak penyampaian program-program pemerintah kepada masyarakat. Mulai dari program KB, kampanye anti-narkoba dan anti-HIV/Aids hingga isuglobal warming, pemilu damai, dan sebagainya.

Keberaniannya melontarkan kritik terbuka saat manggung, memosisikan tontonan wayang bukan sekadar media hiburan namun juga sebagai media alternatif penyampaikan aspirasi masyarakat (CNN Indonesia, 14/05/2018). Tak pelak, ribuan penonton selalu membanjiri dan tak beranjak hingga pentas usai.

Saat tampil mendalang di lingkungan pondok pesantren, Ki Enthus kerap menggunakan media Wayang Wali Sanga.

Diakui atau tak. Ki Enthus justru dikenal berkat ‘kenakalannya’ mendesain berbagai wayang kontemporer. Wayang George Bush, Saddam Hussein, Osama bin Laden, Gunungan Tsunami Aceh, Gunungan Harry Potter, Batman, wayang alien, wayang tokoh-tokoh politik dan lainnya membuat pertunjukannya selalu segar dan enak ditonton.

Selama tiga dekade berkiprah sebagai dalang, akumulasi rata-rata pentas setiap tahun mencapai 70 kali. Ki Enthus adalah pelopor lahirnya konsep Wayang Kebangsaan, yakni konsep pagelaran wayang yang mengangkat isu pentingnya nasionalisme. Dalam rangka Sepekan Wayang Kebangsaan (2006), misalnya, Ki Enthus menggelar Wayang Simphony di Taman Ismail Marzuki.

Pada usia 20 tahun Enthus muda memulai karirnya sebagai dalang. Ia dikenal dengan gaya sabetannya yang khas, kombinasi sabetan wayang golek dan wayang kulit yang amat atraktif. Dan, ini membuat pertunjukannya berbeda dengan dalang-dalang lain pada umumnya. Di samping itu, ia Ia juga memiliki kemampuan memadukan musik modern dan musik tradisional gamelan.

Kekuatan interpretasi dan adaptasi cerita wayang dengan isu-isu terkini membuat gaya pakelirannya menjadi hidup dan interaktif. Kemampuan mengeksplorasi dan mengelola ruang artisitik kelir menjadikan lakon-lakon yang dibawakannya mirip pertunjukan opera yang komunikatif, aktual, dan menghibur.

Ki Enthus menikah dan hidup bersama Romiyati (1990-1995) dan Nurlaela sejak 1997 hingga akhir hayat. Almarhum menghembuskan napas terakhir pada Senin (14/5), meninggalkan empat anak (Firman Nurjannah, Firman Jendra, Firman Jafar Tantowi, dan Firman Haryo Susilo). Betapapun, tidak hanya keluarga dan masyarakat Tegal yang merasa kehilangan atas kepergian Ki Enthus namun juga banyak kalangan di Tanah Air maupun manca negara. (*)

Sumber: http://jateng.tribunnews.com/2018/08/11/opini-akhmad-saefudin-mengenang-ki-enthus-susmono

Recent Posts

  • MAKNA AJARAN HASTHA BRATA DALAM WAYANG
  • MAKNA SIMBOLIK SEMAR
  • Wayang dalam Dimensi Ontologis
  • Wayang, Isu Lingkungan dan Masyarakat Hari Ini
  • Menara Gading atau Sangkar Emas?: Meninjau Kembali Konsep Adiluhung dalam Wayang
Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada
Pusat Kajian Filsafat Wayang Fakultas Filsafat
Jl. Olahraga , Bulaksumur, Yogyakarta 55281
Telepon: (0274) 550068, 6491197,
Email: filsafat.wayang.filsafat@ugm.ac.id

© Menara Ilmu Filsafat Wayang UGM 2019

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju